Kamis, 29 Maret 2012

Korupsi di Bank Century

    PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat hari Kamis menjatuhkan hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 15 miliar subsider enam bulan kurungan kepada mantan pemilik Bank Century Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizki. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
  
    Selain menjatuhkan hukuman itu, Majelis Hakim memerintahkan keduanya untuk membayar uang pengganti senilai Rp 3,1 triliun. Bahkan terpidana Robert Tantular, yang juga merupakan salah satu pemegang saham Bank Century, diminta untuk ikut menanggung pengembalian uang pengganti.
   
    Putusan PN Jakarta Pusat menjadi menarik karena kita selalu berdebat soal Bank Century. Seakan-akan penyelamatan yang dilakukan pemerintah dengan memberikan talangan Rp 6,7 triliun merupakan tindakan yang tepat. Langkah itu diperlukan untuk menyelamatkan sistem perbankan.
    
    Hal yang sama terjadi ketika kita dihadapkan pada krisis moneter pada tahun 1998. Negara dipaksa untuk menyelamatkan sistem perbankan dan untuk itu pemerintah harus mengeluarkan obligasi rekapitalisasi sebesar Rp 600 triliun.
   
    Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan menemukan fakta bahwa Rp 6,7 triliun kebutuhan dana talangan Bank Century penuh dengan rekayasa. Sebesar Rp 5,8 triliun sebenarnya dipakai untuk menutupi kewajiban para pemegang saham.
   
    Ketika temuan BPK tersebut dicoba didalami oleh Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Fraksi Demokrat tampak sekali untuk mematahkan temuan itu. Bahkan saat mendengar keterangan saksi, anggota Partai Demokrat Ruhut Sitompul sempat mempersalahkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengintervensi hukum ketika memerintahkan polisi untuk menangkap Robert Tantular.
    
    Keputusan PN Jakarta Pusat kemarin menunjukkan bahwa temuan BPK terbukti benar. Bahwa ada tindak pidana korupsi di Bank Century dan negara diminta untuk menalangi korupsi yang dilakukan para pemilik Bank Century. Keputusan pengadilan itu juga menegaskan bahwa tindakan Jusuf Kalla untuk meminta polisi menangkap Robert Tantular adalah perintah yang benar.
    
    Bayangkan apabila Jusuf Kalla tidak memerintahkan agar Robert Tantular ditangkap. Maka negara benar-benar akan dirugikan, karena seperti halnya Rafat dan Hesham, meski dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, mereka tetap bisa bebas karena keduanya sudah berada di luar negeri.
    
    Dengan vonis dari PN Jakarta Pusat itu seharusnya tidak ada alasan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung untuk belum menemukan indikasi pelanggaran dalam pemberian talangan Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Pengadilan saja bisa membuktikan adanya korupsi yang dilakukan para pemilik yang mencapai Rp 3,1 triliun.
    
    Aneh jika otoritas keuangan dan perbankan tidak mengetahui adanya penggarongan yang dilakukan para pemilik bank itu sendiri. Sebagai pihak yang mengawasi perbankan, bahkan menempatkan petugas khusus untuk mengawasi Bank Century, aneh jika Bank Indonesia sampai tidak menemukan pelanggaran yang dilakukan pemilik bank.
   
    Seperti juga menjadi pertanyaan BPK, mengapa dengan kondisi seperti itu, Bank Century masih pantas untuk diselamatkan? Mengapa besaran talangan lalu bisa mencapai Rp 6,7 triliun? Apakah tidak ada agenda untuk ikut merampok melalui Bank Century, karena toh para pemilik sudah menikmati Rp 3,1 triliun?
    
    Kita sejak awal tidak ragu bahwa pemberian talangan kepada Bank Century merupakan langkah yang keliru. Ancaman akan terjadi penarikan dana besar-besaran apabila Bank Century ditutup hanyalah pembenaran untuk menyelamatkan Bank Century.
   
    Ketika PN Jakarta Pusat sudah membuktikan ada korupsi di Bank Century, sementara tiga lembaga penegak hukum mencoba berpura-pura bodoh atas perampokan uang negara dengan menggunakan alasan penyelamatan Bank Century, ini sungguh melukai rasa keadilan. Rapat bersama yang dilakukan Tim Pengawasan DPR hanya sandiwara apabila tidak mampu masuk ke inti persoalan.
     
    Tim Pengawasan DPR seharusnya lebih tegas dalam bersikap. Sekali lagi putusan PN Jakarta Pusat seharusnya menjadi penguat sikap DPR. Bahwa tindakan penyelamatan Bank Century bukan menyelamatkan sistem perbankan, tetapi memperkaya para koruptor.
     
    Kita memang tidak mungkin menarik kembali kebijakan penyelamatan kepada Bank Century. Kita harus menerima kenyataan bahwa negara akan menderita kerugian akibat kebijakan itu. Namun kita tidak boleh rugi dua kali, setelah uang dirampok para koruptor, para pengambil kebijakan yang membuat koruptor bisa berfoya-foya, tidak dimintai pertanggungjawaban apa pun.
      
    Inilah yang seringkali membuat kesalahan selalu berulang. Sebab, kita tidak pernah menghukum orang yang bersalah. Padahal kesalahannya itu telah merugikan negara.

                                        PENYELESAIAN

beberapa langkah yang perlu diambil oleh pihak berwenang, dan termasuk kita semua.

  1.  Lupakan Pansus Bank Century.  DPR pasti akan terus menekan KPK untuk ‘menindaklanjuti’ rekomendasinya, tapi KPK tidak perlu merasa tertekan karenanya. DPR sendiri sudah menyatakan bahwa proses politik selesai, dan sekarang masuk ke ranah hukum.  Jadi ya santai saja, dalam arti fokus ke upaya mencari fakta-fakta hukum.  Kalau dengan hanya berpegang pada fakta hukum itu DPR menjadi tidak puas, dan kemudian melakukan langkah-langkah yang merugikan KPK secara kelembagaan, percayalah bahwa rakyat tidak akan membiarkannya. 
  2. Kembali ke Pokok Masalah.  Kita jangan lupa, bahwa ada dua aspek persoalan terkait BC.  Pertama, dugaan kejahatan perbankan (oleh pemilik lama BC), dan itu sudah dan sedang ditangani, jadi jangan dipersoalkan lagi.  Kedua, ini sebenarnya yang jadi ramai, adanya dugaan aliran dana talangan (bail out) dari BC ke parpol dan/atau orang parpol.  KPK harus mulai dari sini, yaitu melihat dan membuktikan bahwa memang ada yang tidak benar dalam aliran dana talangan BC seperti yang dituduhkan dulu.  Kalau tidak ada, selesai, dalam arti hanya ada aspek kejahatan perbankan, dan itu bukan kewenangan KPK.  Kalau benar bahwa ada aliran dana yang tidak benar, baru KPK menyelidiki, apakah ada indikasi hal itu terjadi ‘by design’, artinya disengaja oleh para pengambil keputusan bail out BC.  Kalau indikasi itu ada, seret para pengambil keputusan itu dan pihak terkait lainnya ke pengadilan tipikor.  Kalau tidak ada indikasi, ya hentikan proses hukumnya. 
  3. Jangan Terjebak pada Perdebatan Akademis tentang Bail Out.  Kalau yang dipersoalkan adalah apakah keputusan bail out BC itu benar atau salah, percayalah, bahwa kita tidak akan pernah sampai pada sebuah kesimpulan yang solid.  Selalu akan kita temui argumentasi akademis yang membela atau menyalahkan bail out.  Dan itu tidak ada hubungannya dengan jumlah ‘ekonom’ yang kita mintai pendapat, hasilnya akan sama: ada yang setuju, ada yang tidak setuju.  Itu mirip dengan perdebatan tiada henti tentang ‘mekanisme pasar’ vs ‘intervensi pemerintah’. 
  4. Pak Boediono, Bu Sri Mulyani,  Anggota DPR, Jangan Merasa Bener Sendiri.  Anggota DPR perlu agak rendah hati, jangan ’sok pinter’ dengan terlalu cepat membuat kesimpulan bahwa seseorang bersalah (secara hukum) sebelum proses hukum selesai.  Pak Boed dan Bu Ani juga, jangan membuat pernyataan yang kesannya ‘tidak mau tahu’ terhadap kemungkinan penyelewengan yang muncul akibat keputusan yang Bapak/Ibu buat dengan menyatakan bahwa “mereka itu kan ‘free rider’ yang selalu ada dalam setiap kebijakan”. Free rider sih free rider, tapi jangan naif, bahwa memang ada beberapa kebijakan yang kelihatannya sengaja dibuat untuk menciptakan ‘free rider’ tertentu yang punya lobby kuat. Mestinya Bapak/ibu bersikap kritis terhadap keputusan sendiri, termasuk tidak menutup-nutupi kemungkinan adanya kesengajaan pihak tertentu untuk memberikan informasi yang salah.  Dan kalau ternyata memang ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan secara tidak sah dari keputusan Bapak/Ibu, karena dana yang digunakan adalah uang negara (please, jangan berkelit lagi soal ini), meskipun Bapak/Ibu mungkin tidak terlibat langsung, sebaiknya Bapak/Ibu minta maaf kepada publik. 
  5. Pak SBY, Bicaralah.  Kalau langkah-langkah di atas disepakati, sebagai penanggung jawab tertinggi pemerintahan, SBY mestinya menjelaskan kepada rakyat tentang proses yang sedang dan akan berjalan.  Jadi rakyat akan tahu pada titik mana kasus BC itu akan berujung, bukan dari sisi waktu, tapi dari sisi substansi permasalahannya.  Satu hal lagi, kalau boleh menyarankan, Pak SBY kalau bicara jangan seperti orang ’stress’ atau ‘marah’, juga tidak perlu pakai ‘nunjuk-nunjuk’.. Rileks, artinya: mukanya jangan ‘kenceng’, tapi tegas, sehingga menumbuhkan kepercayaan di kalangan rakyat.  Baik juga kalau pada saat yang sama Pak SBY juga mau dan bisa mengendalikan para staf khususnya untuk tidak banyak bicara, apalagi ‘asbun’. 
  6. Kita Semua, Mari Tidak Terjebak Agenda Para Politisi.  Empat tahun lagi (2014) aakan ada pemilu.  SBY sudah tidak mungkin maju lagi. Implikasinya, pertarungan dianggap akan lebih ’seimbang’, karena berkurangnya ‘faktor SBY’, khususnya dalam pemilihan presiden.  Bagi para politisi, penting bagi mereka untuk terus-menerus ‘menampakkan diri’ pada calon pemilih.  Berbagai cara ditempuh, dari yang elegan sampai yang ‘norak’.  Tapi bagi kita, atau sebagian besar di antara kita, yang bukan politisi, kita tidak punya kepentingan itu, jadi ya tidak perlu terbawa oleh ‘alunan musik’ para politisi itu.
Pada intinya, menurut saya, kunci penuntasan masalah BC adalah menyederhanakan masalah agar tetap fokus pada pokok persoalan, dan melokalisir masalah agar tidak merembet ke hal-hal lain yang cuma bikin ‘ramai’ tapi tidak membantu menyelesaikan.  Kesemuanya dilakukan, sekali lagi, agar kehidupan kita sebagai bangsa tidak terus-menerus ‘terdominasi’ oleh hiruk-pikuk persoalan politik, khususnya Bank Century. Supaya kita bisa mencurahkan perhatian dan energi kita pada hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya, bahkan dalam banyak kasus: lebih penting.Karena ini bukan permainan catur, yang kalau sudah tiga kali langkah bolak-balik, diputuskan remis dan permainan selesai…

Sumber :
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2010/05/04/penyederhanaan-masalah-kunci-penyelesaian-kasus-bank-century/
http://metrotvnews.com/read/tajuk/2010/12/17/612/Korupsi-di-Bank-Century/tajuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar